Seratus Tahun Chairil Anwar

Seratus tahun Chairil Anwar adalah tajuk yang diusung oleh majalah Intisari sebagai peringatan pujangga tersebut, bila beliau masih hidup. Siapa yang tidak kenal dengan beliau, dengan potongan syairnya yang melegenda;

Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Chairil Anwar lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922. Dalam buku “Chairil Anwar, Sang Penyair Legendaris”, HB Jassin yang sudah mengenal Chairil sejak kecil mengatakan bahwa Chairil kecil adalah anak yang tidak bisa diam dan suka berteriak-teriak. Kebiasaan ini terus terbawa sampai ia dewasa, bahkan seringkali membuat kesal sastrawan lainnya, terutama yang sudah tua. Tulis Sutan Sati (1898-1942) bahkan pernah dibuat sangat kesal oleh Chairil sampai suatu ketika pernah berkata “Gantung saja dia”.

Karya Chairil Anwar yang pernah diterbitkan yaitu;

  • Deru Campur Debu (1949)
  • Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus (1949)
  • Tiga Menguak Takdir (1950) (dengan Asrul Sani dan Rivai Apin)
  • Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949, disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986)
  • Derai-derai Cemara (1998)
  • Pulanglah Dia Si Anak Hilang (1948), terjemahan karya Andre Gide
  • Kena Gempur (1951), terjemahan karya John Steinbeck

(Sumber: Wikipedia)

Dari kesemuanya, hanya dua buku yang bisa dibaca di Perpustakaan UPI, yaitu “Aku Ini Binatang Jalang”, terbitan tahun 2005 dan 2015, yang diterbitkan oleh Gramedia, serta “Tiga Menguak Takdir”, terbitan Balai Pustaka tahun 2013.

Banyak sekali kisah hidup beliau yang terkenang-kenang baik oleh sesama sastrawan di zamannya, maupun yang terdokumentasikan dalam buku-buku biografi beliau. Berikut adalah buku-buku yang berisi tentang Chairil Anwar;

  • Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)
  •  Boen S. Oemarjati, “Chairil Anwar: The Poet and His Language” (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).
  • Abdul Kadir Bakar, “Sekelumit Pembicaraan tentang Penyair Chairil Anwar” (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)
  • S.U.S. Nababan, “A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar” (New York, 1976)
  • Arief Budiman, “Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan” (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)
  • Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976
  • H.B. Jassin, “Chairil Anwar, Pelopor Angkatan ’45, disertai kumpulan hasil tulisannya”, (Jakarta: Gunung Agung, 1983)
  • Husain Junus, “Gaya Bahasa Chairil Anwar” (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)
  • Rachmat Djoko Pradopo, “Bahasa Puisi Penyair Utama Sastra Indonesia Modern” (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
  • Sjumandjaya, “Aku: Berdasarkan Perjalanan Hidup dan Karya Penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)
  • Pamusuk Eneste, “Mengenal Chairil Anwar” (Jakarta: Obor, 1995)
  • Zaenal Hakim, “Edisi kritis puisi Chairil Anwar” (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)
  • Drama Pengadilan Sastra Chairil Anwar karya Eko Tunas, sutradara Joshua Igho, di Gedung Kesenian Kota Tegal (2006).

( Sumber: Wikipedia)

Tapi untuk mengenal lebih dekat dan lebih akrab secara singkat padat dan jelas, majalah Intisari terbitan Juli 2022 membahas tuntas pribadi sang penyair yang mengubah tatanan kesusasteraan Indonesia ini, dan bagaimana sebutan “aku ini binatang jalang” sangat tepat dikenakan kepadanya. Majalah ini bisa didapatkan di koleksi KORMA (koran dan majalah) Perpustakaan UPI, di lantai dua.

Saat ini, bila beliau masih hidup, usianya akan se-abad. Tapi saat ini beliau sudah terbaring tenang, di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, seperti yang ia tulis dalam syair “Yang Terampas dan Yang Putus”, yang berbunyi;

…di Karet,
Di Karet (daerah y.a.d) sampai juga deru dingin….